Selasa, 24 April 2012

IFRS dan "Konservatisme"


Seiring dengan globalisasi pasar keuangan internasional, konsep mengadopsi seperangkat pelaporan keuangan untuk mengembangkan laporan keuangan komparatif internasional telah menyebar luas.
Penerapan IFRS ini adalah bentuk manifestasi atas keseragaman penyajian laporan keuangan secara global untuk meningkatkan keinformatifan dan komparasi dalam pelaporan keuangan.

Berdasarkan Kerangka Konseptual IFRS untuk Pelaporan Keuangan yang dikeluarkan oleh IASB di tahun 2010, tujuan keseluruhan informasi keuangan adalah agar dapat bermanfaat bagi investor yang ada atau investor potensial. Berbeda dengan Kerangka konseptual Penyajian Informasi Keuangan 1989, prinsip konservatisme akuntansi sudah bukan lagi merupakan karakteristik kualitatif dalam kerangka konseptual yang baru 2010.

Perbandingan Conceptual Framework Level 3 Recognition and Measurement – Constraints antara Akuntansi Konvensional dan IFRS

Conventional Accounting :
1. Cost benefit
2. Materiality
3. Industry practices
4. Conservatism

IFRS :
1. Balance between benefit and cost
2. Timeliness
3. Balance between qualitative characteristics

Kebutuhan "konservatisme" sering terkait dengan pelaporan yang dapat diandalkan atas peristiwa masa lalu, yang menyiratkan penekanan pada backward-looking, pengelolaan dan perilaku auditor. Seorang auditor tidaklah dituntut agar laporan keuangan menjadi terlalu konservatif. Tujuan standar akuntansi modern yang utama adalah berorientasi masa depan, yang bertujuan untuk membantu kepentingan investor dan pihak pengguna laporan keuangan lainnya dalam pengambilan keputusan mereka. Dengan demikian, konservatisme tidak lagi diatur dalam prinsip akuntansi di bawah Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS). Laporan keuangan berdasarkan IFRS harus bersifat dapat dimengerti, relevan, dapat diandalkan dan sebanding, tetapi tanpa bias konservatif. Hal ini juga tercermin dalam metode akuntansi yang ditetapkan oleh Standar Akuntansi Internasional (IASB).

Konservatisme didefinisikan sebagai 'kecenderungan akuntan untuk membutuhkan verifikasi pada tingkat yang lebih tinggi untuk keuntungan daripada kerugian. Definisi resmi Konservatisme dari FASB yakni 'reaksi kehati-hatian atas ketidakpastian untuk mencoba memastikan bahwa ketidakpastian tersebut dan risiko yang melekat dipertimbangkan secara memadai'.
Namun dalam penerapan aturan IFRS tertentu, prinsip akuntansi konservatisme masih dipertahankan pada berbagai area meskipun dalam standar pelaporan keuangan internasional (IFRS) menyiratkan bahwa prinsip konservatisme tidak lagi diterapkan.

Ada beberapa contoh area yang prinsip konservatisme akuntansi kemungkinan masih dipertahankan, misalnya :
1.Kompensasi kerugian menyebabkan pengakuan piutang pajak tangguhan. Aset pajak tangguhan diakui untuk akumulasi rugi pajak belum dikompensasi apabila besar kemungkinan laba kena pajak masa depan akan memadai untuk dimanfaatkan dengan rugi pajak belum dikompensasi. Kriteria probabilitas (kemungkinan) merupakan kriteria kualitatif yang bersifat subjektif dimana dengan adanya kriteria subjective judgement ini terbuka peluang untuk menerapkan konservatisme.
2.Kapitalisasi biaya pengembangan. Salah satu syarat Aset tak berwujud yang timbul seperti biaya pengembangan (atau dari tahap pengembangan pada proyek internal) diakui apabila memenuhi bagaimana aset tak berwujud tersebut akan menghasilkan kemungkinan besar manfaat ekonomi masa depan. Dalam sebuah perusahaan memperbarui estimasi mengenai arus kas masa depan dari biaya pengembangan yang dikapitalisasinya, mungkin ada "efek sementara" konservatisme yang mengarah pada penciptaan cadangan tersembunyi yang kemudian dapat dibalik kembali (Reversed).

Intinya, Prinsip "konservatisme" tetap ada dalam penerapan IFRS. Prinsip konservatisme berdasarkan IFRS diterapkan dalam cara konservatisme sementara (perubahan estimasi akuntansi yang sementara seperti understated aset bersih melalui penciptaan cadangan tersembunyi yang kemudian dapat dibalik) daripada cara konservatisme konsisten (penilaian aset bersih yang terlalu rendah). Hal ini berarti penekanan yang lebih rendah dari konservatisme yang konsisten pada implementasi IFRS digantikan oleh penekanan pada konservatisme sementara yang lebih besar.
Hal ini memiliki dampak bagi pengguna laporan keuangan karena efek penerapan prinsip konservatisme sementara (perkiraan akuntansi diubah) memiliki tingkat yang lebih kompleks pada pengukuran laba dibandingkan dengan aplikasi konservatisme konsisten. Ketika prinsip konservatisme diterapkan dalam cara sementara, perusahaan memperlakukan beberapa kegiatan secara konservatif (item-item yang tidak memenuhi persyaratan kriteria pengakuan atau probabilitas lain), sementara yang lain akan diperhitungkan sesuai dengan IFRS. (item-item yang memenuhi persyaratan probabilitas dan kriteria pengakuan lainnya). Perlakuan prinsip akuntansi campuran ini juga akan memiliki dampak bagi pengguna laporan keuangan.

>Kesimpulan
Konservatisme akuntansi tetap "bermain" atas pengimplementasian IFRS. Standar-standar IASB (IFRS) tidak merujuk secara eksplisit prinsip penerapan konservatisme, karena memang tidak sesuai dengan kerangka teori IFRS. Namun, konservatisme tidak hilang hanya karena tidak "ditekankan" dalam standar. Dengan adanya ketidakpastian maka akan tetap ada penerapan konservatisme dalam penyajian laporan keuangan.

Sumber:
1. Hellman, Dr. Niclas, Accounting conservatism under IFRS, 2007. http://www.scribd.com/doc/
59800794/Conservatism-Under-Ifrs
2. Conceptual Framework Differences Between US GAAP and IFRS. http://www.sba.pdx.edu/
faculty/kathyr/kraccess

1 komentar: